Lioboy, Kucing, dan Bekal Untuk Sekolah

Jul 27, 2024

Semakin sore, suasana panti semakin ramai karena di waktu itu lah anak-anak baru dibebaskan melakukan aktivitas yang mereka mau. Ada yang asyik bermain bola bersama Jerome, menggambar di ruang tengah, dan lain-lain.

Saat semua anak memilih untuk bermain bersama, ada satu anak yang termasuk ke dalam pengecualian. Lio. Di teras depan, ada Lio yang menyendiri, duduk bersandar pada salah satu pilar sambil mengusap-usap kucing di pangkuannya.

Melihatnya membuat Kafka tertarik untuk ikut bergabung bersama Lio. Ia jongkok di samping Lio. "Kamu suka kucing ya?"

Pertanyaan Kafka dan kehadirannya, sukses membuat Lio sedikit terkejut sampai reflek menggeser duduknya menjauh dari Kafka.

Tapi, Kafka sama sekali nggak tersinggung akan hal itu, ia mewajarinya. Kafka ikut beri gelitik kecil di bagian bawah leher kucing. "Lucu ya kucingnya."

Ocehan Kafka nggak digubris sama Lio.

"Aku juga dulu punya kucing, tapi dia nakal, hobinya berantem terus, jadi aku buang deh ke pasar." Bahkan Kafka sampai mengarang cerita. Padahal dirinya belum pernah pelihara kucing apa lagi sampai tega hati buang kucing ke pasar hanya karena kucingnya suka berantem.

Pernyataan Kafka sedikit menganggu suasana hati Lio. "Kenapa dibuang?" Satu pertanyaan singkat lolos dari mulut Lio.

"Karena dia nakal. Bayangin aja, aku lagi masak ikan untuk bekal anakku ke sekolah, terus dia malah nyuri ikannya buat dibawa makan sendirian di depan rumah, pas ada temennya yang mau minta sedikit ikannya, nggak dikasih sama dia, malah diajak berantem, kan, ngeselin banget ya?" Jelas Kafka lagi-lagi dengan cerita karangannya.

Mendengar kata 'anakku' yang keluar dari mulut orang dewasa di sampingnya —yang tadinya ia pikir, pria dewasa ini akan membawa salah satu anak panti ikut pulang ke rumahnya— membuat hatinya semakin gundah."Ternyata dia dateng bukan mau ajak aku pulang, soalnya dia udah punya anak. Aku bukan anaknya." Batinnya.

"Bekal itu apa?" Tanya Lio setelah diam beberapa saat.

Kafka berpikir sebentar sebelum memberi pemahaman ke anak 4 tahun ini. "Hmmm... Bekal itu... makanan yang kamu bawa kalau kamu mau pergi keluar rumah. Misal, kalau kamu pergi ke sekolah untuk belajar, nanti ibu atau bapak guru bakal kasih kamu sedikit waktu untuk istirahat dari belajar. Nah, pas waktunya istirahat, kamu boleh makan bekal yang kamu bawa dari rumah tadi." Jelas Kafka menggunakan permisalan yang semudah mungkin.

"Sekolah itu ngapain?"

"Buanyaaaak sekali yang bisa kamu pelajari di sekolah. Kamu juga bisa dapet banyak temen-temen baru di sekolah. Mau nggak main sama temen-temen baru di sekolah?"

"Aku nggak suka main." Jawab Lio cuek.

Melihat suasana hati Lio yang susah ditebak, Kafka pun mengurungkan niat untuk bertanya soal alasan kenapa dia nggak suka main.

"Didi! Mau pulang jam berapa?" Tanya pria dewasa di pojok halaman sana yang kayaknya sudah lelah menghabiskan energinya untuk bermain bola bersama anak-anak panti.

"Sekarang aja, yuk!" Ucap Kafka menanggapi suaminya. Ia lihat wajah Lio yang masih setia memandangi kucing di pangkuannya. "Aku pulang dulu ya... kapan-kapan kita ngobrol lagi." Pamitnya ramah sebelum meninggalkan bocah 4 tahun itu sendirian (lagi).

Lio nggak membalas pamitnya sampai pria dewasa itu benar-benar pergi dari sisinya. "Bener, kan, mereka nggak ajak aku ikut pulang ke rumahnya." Monolog Lio dengan kucing yang masih malas-malasan di pangkuannya.