Sore itu, Yicel baru saja keluar dari gerbang sekolah dan berjalan pelan menuju halte bus. Langit mendung, dan angin sepoi-sepoi menambah kesan malas untuk pulang cepat-cepat. Waktu Yicel berdiri di halte, menunggu bus kota seperti biasa. Matanya melirik ke seberang jalan, tepat ke arah kafe. Di depan kafe, ada seorang anak laki-laki dengan seragam sekolah, usianya kelihatan lebih muda darinya. Dia menyipitkan mata, mencoba mengenali wajah itu. Daniel. Nama itu tiba-tiba melintas di kepalanya.
Bus kota datang dan berhenti di depannya, pintu terbuka lebar. Namun, tanpa berpikir panjang, Yicel mengurungkan niat untuk naik. Dia merasa ada dorongan aneh untuk menyebrang jalan dan menghampiri Daniel. Sesuatu dalam dirinya ingin tahu lebih banyak. Mungkin tentang Bhumi, mungkin juga tentang Daniel.
Setelah yakin lalu lintas sepi, Yicel menyebrang jalan dengan langkah cepat dan ragu. Saat dia mendekat, Daniel menoleh dan tersenyum ramah. "Mas Yicel, ya?"
Yicel kaget sejenak. “Kamu tau nama aku?” tanyanya. Nggak tahu kenapa tiba-tiba Yicel yang memulai ngobrol dengan panggilan aku-kamu, tadinya mau pakai lu-gua tapi rasanya takut menambah kesan impresi sok jagoan di mata Daniel.
“Mukanya familiar banget, kayaknya gara-gara sering muncul di sg-nya Mas Bhumi.” Daniel menjawab sambil tertawa kecil.
Yicel tersentak. "Aku sering dipasang di sg Mas Bhumi?" Tanya Yicel sambil menunjuk dirinya sendiri.
Daniel tampak berpikir sebentar sebelum menjawab. "Nggak sering sih... Cuma ada lah beberapa kali, terus aku penasaran, kan, jadi aku tanya aja, terus Mas Bhumi kasih tau kalo namanya Yicel."
“Aku bahkan nggak pernah nanya atau tukeran sosmed sama dia...” gumam Yicel pelan dengan nada bingung.
Daniel mengangkat bahu.
Yicel jadi heran, karena selama ini dia dan Bhumi lebih sering ngobrol langsung daripada lewat media sosial. Tapi obrolan ini bikin dia sadar kalau Bhumi mungkin memang benar-benar memperhatikannya dari jauh dengan cara yang nggak ia sadari. Yicel nggak mau berlarut-larut memikirkan hal itu. Kayaknya mending lanjut ke topik basa-basi selanjutnya aja, pikirnya. "Eh, bukannya kamu lagi di Jogja ya? Waktu itu Lei yang ngasih tau sihh.”
Daniel langsung menjawab tanpa rasa bingung, “Iya, aku udah balik hari Sabtu kemarin. Kan, hari ini udah harus masuk sekolah lagi, nggak bisa lama-lama di sana, yang penting udah setor muka ke eyang.”
“Ohhhh...” Yicel mengangguk-ngangguk sambil mengamati wajah Daniel yang ternyata benar-benar mirip dengan Bhumi, hanya lebih muda dan ceria. “Lagi nungguin siapa? Kok nggak masuk?”
“Aku lagi nunggu papa, lagi ada urusan di dalem,” jawab Daniel santai. Dia terlihat begitu nyaman dengan obrolan kecil ini, nggak ada rasa canggung sama sekali.
Obrolan mereka terus berlanjut dengan santai. Daniel cerita soal mas Bhumi yang, menurutnya, punya kebiasaan aneh, “Mau tau nggak Mas?"
"Apa?"
"Mas Bhumi itu kalo malem sering kebangun jam 2 pagi, terus nggak bisa tidur lagi sampe subuh. Aku sering liat kalo lagi kebelet pipis tengah malem tuh lampu kamarnya suka masih nyala.”
Yicel mendengarkan dengan perhatian penuh. “Jam 2 pagi? Kamu pernah nanya nggak Mas Bhumi di jam itu ngapain?”
Daniel mengangguk. “Kadang baca, kadang nulis, kadang cuma bengong aja. Kayaknya dia kepikiran banyak hal. Terus semenjak Mas Bhumi ngekost sendirian, tiap weekend aku pasang alarm jam 2 pagi biar bangun, soalnya Mas Bhumi suka minta temenin ngobrol.” jawab Daniel. “Tapi ya gitu deh, mas Bhumi kan emang orangnya pendiem Banget. Cuma kalo udah deket sama seseorang, dia langsung bisa berubah. Yang tadinya pehari cuma ngeluarin 10 kata, jadi nambah ke 15 kata.”
Yicel menatap Daniel, penasaran. “Lah, nambah 5 doang?????”
Daniel cekikikan banget denger umpatan Yicel. “Wkwkwk... Maksudnya aku pernah liat waktu kalian lagi ngobrol berdua, biasanya, kan Mas Bhumi jarang senyum, tapi kalo sama Mas Yicel, dia banyak senyumnya, banyak ngobrol juga keliatannya.” jawab Daniel polos. “Aku jadi penasaran, Mas Bhumi itu beneran suka ngobrol sama Mas Yicel, ya?”
“Nggak tau, aku nggak pernah nyadar...” Yicel merasakan kehangatan aneh di hatinya mendengar penjelasan Daniel. "Btw, jangan panggil 'mas', aku bukan orang jawa soalnya. Sebenernya kalo kamu mau panggil nama aja juga gapapa. Lagian kayaknya selisih umur kita juga nggak jauh-jauh amat."
"Nggak ah, Mas, soalnya udah kebiasaan dari kecil kalo manggil yang lebih tua enakan pake 'mas' atau 'mbak'." Ucap Daniel.
Setelah itu mereka lanjut ngobrol agak lama sampai akhirnya papa Daniel keluar dari kafe. Sebelum berpisah, Daniel dengan senyumnya yang lebar bilang, "Mau mutualan instagram nggak, Mas?"
Nggak perlu dikasih tahu segirang apa Yicel sekarang karena akhirnya dia berhasil berteman dengan Daniel, adek gebetannya yang paling oke itu. Seenggaknya habis ini udah nggak kepikiran karena penasaran apa isi status intsagram yang Daniel unggah, karena dia udah bisa langsung lihat tanpa takut ketahuan ngestalk.
“Kapan-kapan ngobrol lagi ya, Mas. Kita ghibahin Mas Bhumi lagi wkwkwkwk.” Daniel melambaikan tangan ke arah Yicel.
Yicel jawab dengan anggukkan sambil melambaikan tangan juga.
Setelah pertemuan itu, entah kenapa Yicel jadi punya kebiasaan baru setiap weekend. Iseng, dia pasang alarm jam 2 pagi. Siapa tau, Bhumi kebangun dan ngechat dia buat minta ditemenin walaupun kayaknya nggak mungkin.